Friday, November 29, 2013

on

JANGAN sepelekan saat anak mengeluhkan rasa sakit di perutnya karena bisa menjadi kronis. Bila diabaikan, nyeri perut bisa menurunkan kualitas hidup anak di masa datang.


Hal ini seperti dalam sebuah penelitian baru yang mengatakan, anak yang menderita nyeri perut kronis berdampak pada kualitas hidup lebih rendah dibandingkan mereka dengan asma atau obesitas.

“Jika anak-anak berpikir rasa sakit yang mereka rasakan tidak akan berhenti, maka dapat menyebabkan kerusakan lebih lanjut dan meningkatkan tekanan psikologis,” kata rekan penulis, Claudia Calvano dari the University of Potsdam, Jerman, dikutip Foxnews.

Sementara itu, penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa antara 8 persen dan 25 persen remaja yang mengalami sakit perut kronis, hal tersebut tetap mereka bawa sampai dewasa. Kemudian, para peneliti menjelaskan bahwa sakit perut terbagi atas dua jenis, nyeri organis dan fugsional.

Sakit perut organis merupakan jenis yang dapat diidentifikasi oleh dokter dan lebih kepada penyebab medis, serta disertai gejala seperti muntah atau demam. Sedangkan, nyeri fungsional dapat disebabkan oleh stres, diet, olahraga, atau tantangan psikologis.

Selanjutnya ketika meneliti 170 anak-anak remaja usia 8-18 tahun, Calvano menemukan bahwa kurangnya kemampuan bertahan dari rasa sakit berkaitan langsung dalam menurunkan kualitas hidup. Jadi, faktor yang mempengaruhi bukan gender, status ekonomi, atau jenis sakit perut.

Lebih lanjut, hasil ini juga mendukung penelitian sebelumnya. Pada penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa memiliki diagnosis tidak selalu membantu mengatasi rasa sakit.

“Cara orangtua bereaksi sangat penting. Orangtua harus memahami rasa sakit dan tidak menyangkalnya, tetapi dia juga perlu memperkenalkan kepada anak cara sederhana mengatasinya. Misalnya, tidak lebih sering berada di rumah,” jelas Calvano

“Hal ini karena dapat menyebabkan anak stres, sehingga bisa meningkatkan rasa sakit. Hubungan antara stres pikiran dan perut sangat sensitif pada anak-anak. Oleh karena itu, orangtua harus terlibat dalam terapi dan membantu anak-anak belajar mengatasinya,” imbuhnya.

0 comments:

Post a Comment