PENDIDIKAN KESEHATAN MASYARAKAT
A. Prinsip pendidikan kesehatan
1. Pendidikan kesehatan bukan hanya pelajaran di kelas, tetapi merupakan kumpulan pengalaman dimana saja dan kapan saja sepanjang dapat mempengaruhi pengetahuan sikap dan kebiasaan sasaran pendidikan.
2. Pendidikan kesehatan tidak dapat secara mudah diberikan oleh seseorang kepada orang lain, karena pada akhirnya sasaran pendidikan itu sendiri yang dapat mengubah kebiasaan dan tingkah lakunya sendiri.
3. Bahwa yang harus dilakukan oleh pendidik adalah menciptakan sasaran agar individu, keluarga, kelompok dan masyarakat dapat mengubah sikap dan tingkah lakunya sendiri.
4. Pendidikan kesehatan dikatakan berhasil bila sasaran pendidikan (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat) sudah mengubah sikap dan tingkah lakunya sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
B. Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat
Ruang lingkup pendidikan kesehatan masyarakat dapat dilihat dari 3 dimensi :
1. Dimensi sasaran
a. Pendidikan kesehatan individu dengan sasaran individu
b. Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok masyarakat tertentu.
c. Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat luas.
2. Dimensi tempat pelaksanaan
a. Pendidikan kesehatan di rumah sakit dengan sasaran pasien dan keluarga
b. Pendidikan kesehatan di sekolah dengan sasaran pelajar.
c. Pendidikan kesehatan di masyarakat atau tempat kerja dengan sasaran masyarakat atau pekerja.
3. Dimensi tingkat pelayanan kesehatan
a. Pendidikan kesehatan promosi kesehatan (Health Promotion), misal : peningkatan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, gaya hidup dan sebagainya.
b. Pendidikan kesehatan untuk perlindungan khusus (Specific Protection) misal : imunisasi
c. Pendidikan kesehatan untuk diagnosis dini dan pengobatan tepat (Early diagnostic and prompt treatment) misal : dengan pengobatan layak dan sempurna dapat menghindari dari resiko kecacatan.
d. Pendidikan kesehatan untuk rehabilitasi (Rehabilitation) misal : dengan memulihkan kondisi cacat melalui latihan-latihan tertentu.
C. Metode pendidikan kesehatan
1. Metode pendidikan Individual (perorangan)
Bentuk dari metode individual ada 2 (dua) bentuk :
a. Bimbingan dan penyuluhan (guidance and counseling), yaitu ;
1) Kontak antara klien dengan petugas lebih intensif
2) Setiap masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikorek dan dibantu penyelesaiannya.
3) Akhirnya
klien tersebut akan dengan sukarela dan berdasarkan kesadaran, penuh
pengertian akan menerima perilaku tersebut (mengubah perilaku)
b. Interview (wawancara)
1) Merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan
2) Menggali
informasi mengapa ia tidak atau belum menerima perubahan, untuk
mengetahui apakah perilaku yang sudah atau yang akan diadopsi itu
mempunyai dasar pengertian dan kesadaran yang kuat, apabila belum maka
perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.
2. Metode pendidikan Kelompok
Metode
pendidikan Kelompok harus memperhatikan apakah kelompok itu besar atau
kecil, karena metodenya akan lain. Efektifitas metodenya pun akan
tergantung pada besarnya sasaran pendidikan.
a. Kelompok besar
1) Ceramah ; metode yang cocok untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
2) Seminar
; hanya cocok untuk sasaran kelompok besar dengan pendidikan menengah
ke atas. Seminar adalah suatu penyajian (presentasi) dari satu ahli atau
beberapa ahli tentang suatu topik yang dianggap penting dan biasanya
dianggap hangat di masyarakat.
b. Kelompok kecil
1) Diskusi kelompok ;
Dibuat
sedemikian rupa sehingga saling berhadapan, pimpinan diskusi/penyuluh
duduk diantara peserta agar tidak ada kesan lebih tinggi, tiap kelompok
punya kebebasan mengeluarkan pendapat, pimpinan
diskusi memberikan pancingan, mengarahkan, dan mengatur sehingga diskusi
berjalan hidup dan tak ada dominasi dari salah satu peserta.
2) Curah pendapat (Brain Storming) ;
Merupakan modifikasi diskusi kelompok,
dimulai dengan memberikan satu masalah, kemudian peserta memberikan
jawaban/tanggapan, tanggapan/jawaban tersebut ditampung dan ditulis
dalam flipchart/papan tulis, sebelum semuanya mencurahkan pendapat tidak
boleh ada komentar dari siapa pun, baru setelah semuanya mengemukaan
pendapat, tiap anggota mengomentari, dan akhirnya terjadi diskusi.
3) Bola salju (Snow Balling)
Tiap
orang dibagi menjadi pasangan-pasangan (1 pasang 2 orang). Kemudian
dilontarkan suatu pertanyaan atau masalah, setelah lebih kurang 5 menit
tiap 2 pasang bergabung menjadi satu. Mereka tetap mendiskusikan masalah
tersebut, dan mencari kesimpulannya. Kemudian tiap 2 pasang yang sudah
beranggotakan 4 orang ini bergabung lagi dengan pasangan lainnya dan
demikian seterusnya akhirnya terjadi diskusi seluruh kelas.
4) Kelompok kecil-kecil (Buzz group)
Kelompok
langsung dibagi menjadi kelompok kecil-kecil, kemudian dilontarkan
suatu permasalahan sama/tidak sama dengan kelompok lain, dan
masing-masing kelompok mendiskusikan masalah tersebut. Selanjutnya
kesimpulan dari tiap kelompok tersebut dan dicari kesimpulannya.
5) Memainkan peranan (Role Play)
Beberapa
anggota kelompok ditunjuk sebagai pemegang peranan tertentu untuk
memainkan peranan tertentu, misalnya sebagai dokter puskesmas, sebagai
perawat atau bidan, dll, sedangkan anggota lainnya sebagai
pasien/anggota masyarakat. Mereka memperagakan bagaimana
interaksi/komunikasi sehari-hari dalam melaksanakan tugas.
6) Permainan simulasi (Simulation Game)
Merupakan
gambaran role play dan diskusi kelompok. Pesan-pesan disajikan dalam
bentuk permainan seperti permainan monopoli. Cara memainkannya persis
seperti bermain monopoli dengan menggunakan dadu, gaco (penunjuk arah),
dan papan main. Beberapa orang menjadi pemain, dan sebagian lagi
berperan sebagai nara sumber.
3. Metode pendidikan Massa
Pada umumnya bentuk pendekatan (cara) ini adalah tidak langsung. Biasanya menggunakan atau melalui media massa. Contoh :
a. Ceramah umum (public speaking)
Dilakukan pada acara tertentu, misalnya Hari Kesehatan Nasional, misalnya oleh menteri atau pejabat kesehatan lain.
b. Pidato-pidato
diskusi tentang kesehatan melalui media elektronik baik TV maupun
radio, pada hakikatnya adalah merupakan bentuk pendidikan kesehatan
massa.
c. Simulasi,
dialog antar pasien dengan dokter atau petugas kesehatan lainnya
tentang suatu penyakit atau masalah kesehatan melalui TV atau radio
adalah juga merupakan pendidikan kesehatan massa. Contoh : ”Praktek
Dokter Herman Susilo” di Televisi.
d. Sinetron
”Dokter Sartika” di dalam acara TV juga merupakan bentuk pendekatan
kesehatan massa. Sinetron Jejak sang elang di Indosiar hari Sabtu siang
(th 2006)
e. Tulisan-tulisan
di majalah/koran, baik dalam bentuk artikel maupun tanya jawab
/konsultasi tentang kesehatan antara penyakit juga merupakan bentuk
pendidikan kesehatan massa.
f. Bill Board,
yang dipasang di pinggir jalan, spanduk poster dan sebagainya adalah
juga bentuk pendidikan kesehatan massa. Contoh : Billboard ”Ayo ke
Posyandu”. Andalah yang dapat mencegahnya (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
D. Alat bantu dan media pendidikan kesehatan
1. Alat bantu (peraga)
a. Pengertian ;
Alat-alat yang digunakan oleh peserta didik dalam menyampaikan bahan pendidikan/pengajaran, sering disebut sebagai alat peraga. Elgar Dale
membagi alat peraga tersebut menjadi 11 (sebelas) macam, dan sekaligus
menggambarkan tingkat intensitas tiap-tiap alat bantu tersebut dalam
suatu kerucut. Menempati dasar kerucut adalah benda asli yang mempunyai
intensitas tertinggi disusul benda tiruan, sandiwara, demonstrasi, field
trip/kunjungan lapangan, pameran, televisi, film, rekaman/radio,
tulisan, kata-kata. Penyampaian bahan dengan kata-kata saja sangat
kurang efektif/intensitasnya paling rendah.
b. Faedah alat bantu pendidikan
1) Menimbulkan minat sasaran pendidikan.
2) Mencapai sasaran yang lebih banyak.
3) Membantu mengatasi hambatan bahasa.
4) Merangsang sasaran pendidikan untuk melaksanakan pesan-pesan kesehatan.
5) Membantu sasaran pendidikan untuk belajar lebih banyak dan cepat.
6) Merangsang sasaran pendidikan untuk meneruskan pesan-pesan yang diterima kepada orang lain.
7) Mempermudah penyampaian bahan pendidikan/informasi oleh para pendidik/pelaku pendidikan.
8) Mempermudah penerimaan informasi oleh sasaran pendidikan.
Menurut penelitian ahli indra, yang paling banyak menyalurkan pengetahuan ke dalam otak adalah mata. Kurang lebih 75-87%
pengetahuan manusia diperoleh/disalurkan melalui mata, sedangkan 13-25%
lainnya tersalurkan melalui indra lain. Di sini dapat disimpulkan bahwa
alat-alat visual lebih mempermudah cara penyampaian dan penerimaan
informasi atau bahan pendidikan.
9) Mendorong keinginan orang untuk mengetahui, kemudian lebih mendalami, dan akhirnya memberikan pengertian yang lebih baik.
10) Membantu menegakkan pengertian yang diperoleh.
c. Macam-macam alat bantu pendidikan
1) Alat bantu lihat (visual aids) ;
- alat yang diproyeksikan : slide, film, film strip dan sebagainya.
-
alat yang tidak diproyeksikan ; untuk dua dimensi misalnya gambar,
peta, bagan ; untuk tiga dimensi misalnya bola dunia, boneka, dsb.
2) Alat bantu dengar (audio aids) ; piringan hitam, radio, pita suara, dsb.
3) Alat bantu lihat dengar (audio visual aids) ; televisi dan VCD.
d. Sasaran yang dicapai alat bantu pendidikan
1) Individu atau kelompok
2) Kategori-kategori sasaran seperti ; kelompok umur, pendidikan, pekerjaan, dsb.
3) Bahasa yang mereka gunakan
4) Adat istiadat serta kebiasaan
5) Minat dan perhatian
6) Pengetahuan dan pengalaman mereka tentang pesan yang akan diterima.
e. Merencanakan dan menggunakan alat peraga
Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :
1) Tujuan pendidikan, tujuan ini dapat untuk :
a) Mengubah pengetahuan / pengertian, pendapat dan konsep-konsep.
b) Mengubah sikap dan persepsi.
c) Menanamkan tingkah laku/kebiasaan yang baru.
2) Tujuan penggunaan alat peraga
a) Sebagai alat bantu dalam latihan / penataran/pendidikan.
b) Untuk menimbulkan perhatian terhadap sesuatu masalah.
c) Untuk mengingatkan sesuatu pesan / informasi.
d) Untuk menjelaskan fakta-fakta, prosedur, tindakan.
f. Persiapan penggunaan alat peraga
Semua
alat peraga yang dibuat berguna sebagai alat bantu belajar dan tetap
harus diingat bahwa alat ini dapat berfungsi mengajar dengan sendirinya.
Kita harus mengembangkan ketrampilan dalam memilih, mengadakan alat
peraga secara tepat sehingga mempunyai hasil yang maksimal.
Contoh
: satu set flip chart tentang makanan sehat untuk bayi/anak-anak harus
diperlihatkan satu persatu secara berurutan sambil menerangkan tiap-tiap
gambar beserta pesannya. Kemudian diadakan pembahasan sesuai dengan
kebutuhan pendengarnya agar terjadi komunikasi dua arah. Apabila kita
tidak mempersiapkan diri dan hanya mempertunjukkan lembaran-lembaran
flip chart satu demi satu tanpa menerangkan atau membahasnya maka
penggunaan flip chart tersebut mungkin gagal.
g. Cara mengunakan alat peraga
Cara
mempergunakan alat peraga sangat tergantung dengan alatnya. Menggunakan
gambar sudah barang tentu lain dengan menggunakan film slide. Faktor
sasaran pendidikan juga harus diperhatikan, masyarakat buta huruf akan
berbeda dengan masyarakat berpendidikan. Lebih penting lagi, alat yang
digunakan juga harus menarik, sehingga menimbulkan minat para
pesertanya.
Ketika mempergunakan AVA, hendaknya memperhatikan :
1) Senyum adalah lebih baik, untuk mencari simpati.
2) Tunjukkan perhatian, bahwa hal yang akan dibicarakan/diperagakan itu, adalah penting.
3) Pandangan mata hendaknya ke seluruh pendengar, agar mereka tidak kehilangan kontrol dari pihak pendidik.
4) Nada suara hendaknya berubah-ubah, adalah agar pendengar tidak bosan dan tidak mengantuk.
5) Libatkan para peserta/pendengar, berikan kesempatan untuk memegang dan atau mencoba alat-alat tersebut.
6) Bila perlu berilah selingan humor, guna menghidupkan suasana dan sebagainya.
2. Media pendidikan kesehatan
Media pendidikan kesehatan pada hakikatnya adalah alat bantu pendidikan (audio visual aids/AVA). Disebut media pendidikan karena alat-alat tersebut merupakan alat saluran (channel) untuk menyampaikan kesehatan karena alat-alat tersebut digunakan untuk mempermudah
penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi masyarakat atau ”klien”.
Berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan-pesan kesehatan (media),
media ini dibagi menjadi 3 (tiga) : Cetak, elektronik, media papan (bill
board)
1) Media cetak
1) Booklet : untuk menyampaikan pesan dalam bentuk buku, baik tulisan maupun gambar.
2) Leaflet : melalui lembar yang dilipat, isi pesan bisa gambar/tulisan atau keduanya.
3) Flyer (selebaran) ; seperti leaflet tetapi tidak dalam bentuk lipatan.
4) Flip chart (lembar Balik)
; pesan/informasi kesehatan dalam bentuk lembar balik. Biasanya dalam
bentuk buku, dimana tiap lembar (halaman) berisi gambar peragaan dan di
baliknya berisi kalimat sebagai pesan/informasi berkaitan dengan gambar
tersebut.
5) Rubrik/tulisan-tulisan pada surat kabar atau majalah, mengenai bahasan suatu masalah kesehatan, atau hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan.
6) Poster
ialah bentuk media cetak berisi pesan-pesan/informasi kesehatan, yang
biasanya ditempel di tembok-tembok, di tempat-tempat umum, atau di
kendaraan umum.
7) Foto, yang mengungkapkan informasi-informasi kesehatan.
2) Media elektronik
1) Televisi
; dapat dalam bentuk sinetron, sandiwara, forum diskusi/tanya jawab,
pidato/ceramah, TV, Spot, quiz, atau cerdas cermat, dll.
2) Radio ; bisa dalam bentuk obrolan/tanya jawab, sandiwara radio, ceramah, radio spot, dll.
3) Video Compact Disc (VCD)
4) Slide : slide juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan/informasi kesehatan.
5) Film strip juga dapat digunakan untuk menyampaikan pesan kesehatan.
3) Media papan (bill board)
Papan/bill
board yang dipasang di tempat-tempat umum dapat dipakai diisi dengan
pesan-pesan atau informasi – informasi kesehatan. Media papan di sini
juga mencakup pesan-pesan yang ditulis pada lembaran seng yang ditempel
pada kendaraan umum (bus/taksi).
E. Perilaku kesehatan
1. Konsep perilaku
Skinner
(1938) seorang ahli perilaku mengemukakan bahwa perilaku adalah
merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan tanggapan
(respons). Ia membagi respons menjadi 2 :
a. Respondent respons/reflexive respons, ialah respons yang ditimbulkan oleh rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut elicting stimuli,
karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap, misalnya :
makanan lezat menimbulkan keluarnya air liur, cahaya yang kuat akan
menimbulkan mata tertutup, dll. Respondent respons (respondent behavior)
ini mencakup juga emosi respons atau emotional behavior. Emotional
respons ini timbul karena hal yang kurang mengenakkan organisme yang
bersangkutan. Misalnya menangis karena sedih/sakit, muka merah (tekanan
darah meningkat karena marah). Sebaliknya hal-hal yang mengenakkan pun
dapat menimbulkan perilaku emosional misalnya tertawa,
berjingkat-jingkat karena senang, dll.
b. Operant Respons atau instrumental respons, adalah respons yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu. Perangsang semacam ini disebut reinforcing stimuli atau reinforcer,
karena perangsangan-perangsangan tersebut memperkuat respons yang telah
dilakukan oleh organisme. Oleh karena itu, perangsang yang demikian itu
mengikuti atau memperkuat sesuatu perilaku tertentu yang telah
dilakukan. Contoh : Apabila seorang anak belajar atau telah melakukan
suatu perbuatan, kemudian memperoleh hadiah, maka ia akan menjadi lebih
giat belajar atau akan lebih baik lagi melakukan perbuatan tersebut.
Dengan kata lain, responsnya akan lebih intensif atau lebih kuat lagi.
2. Perilaku kesehatan
Yaitu
suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus yang berkaitan
dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan serta
lingkungan. Perilaku kesehatan mencakup 4 (empat) :
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit,
yaitu bagaimana manusia merespons, baik pasif (mengetahui, mempersepsi
penyakit dan rasa sakit yang ada pada dirinya maupun di luar dirinya,
maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan dengan penyakit dan
sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkatan-tingkatan pencegahan penyakit,
misalnya : perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior),
adalah respons untuk melakukan pencegahan penyakit, misalnya : tidur
dengan kelambu untuk mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi,dll.
Persepsi adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan melalui panca indra.
b. Perilaku
terhadap pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan tradisional
maupun modern. Perilaku ini mencakup respons terhadap fasilitas
pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatan, yang
terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguanaan fasilitas,
petugas dan obat-obatan.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior),
yakni respons seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi
kehidupan, meliputi pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek kita
terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya/zat gizi,
pengelolaan makanan, dll.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behavior)
adalah respons seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan
kesehatan manusia. Lingkup perilaku ini seluas lingkup kesehatan
lingkungan itu sendiri (dengan air bersih, pembuangan air kotor, dengan
limbah, dengan rumah yang sehat, dengan pembersihan sarang-sarang nyamuk
(vektor), dan sebagainya.
Becker (1979) mengajukan klasifikasi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (health behavior) sebagai berikut :
1) Perilaku kesehatan (health behavior),
yaitu hal-hal yang berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang
dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya, termasuk juga
tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, kebersihan perorangan,
memilih makanan, sanitasi, dan sebagainya.
2) Perilaku sakit (illness behavior),
yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang
individu yang merasakan sakit, untuk merasakan merasakan dan mengenal
keadaan kesehatannya atau rasa sakit, termasuk kemampuan atau
pengetahuan individu untuk mengidentifikasi penyakit, penyebab penyakit,
serta usaha-usaha mencegah penyakit tersebut.
3) Perilaku peran sakit (the sick role behavior),
yakni segala tindakan atau kegiatan yang dilakuakan oleh individu yang
sedang sakit untuk memperoleh kesembuhan. Perilaku ini disamping
berpengaruh terhadap kesehatan/kesakitannya sendiri, juga berpengaruh
terhadap orang lain, terutama anak-anak yang belum mempunyai kesadaran
dan tanggung jawab terhadap kesehatannya.
3. Bentuk perilaku
Secara
lebih operasional, perilaku dapat diartikan suatu respons organisme
atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek tersebut.
Respons berbentuk 2 (dua) macam :
a. Bentuk pasif
adalah respons internal, yaitu yang terjadi di dalam diri manusia dan
tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain, misal tanggapan
atau sikap batin dan pengetahuan. Misalnya ; seorang
ibu tahu bahwa imunisasi itu mencegah suatu penyakit tertentu, meski ia
tak membawa anaknya ke puskesmas, seseorang yang menganjurkan orang
lain untuk ber-KB, meski ia tidak ikut KB. Dari contoh di atas ibu itu
telah tahu guna imunisasi dan orang tersebut punya sikap positif
mendukung KB, meski mereka sendiri belum melakukan secara konkret
terhadap kedua hal tersebut. Oleh sebab itu perilaku mereka ini masih
terselubung (covert behavior).
b. Bentuk aktif,
yaitu perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung. Misalnya
pada kedua contoh di atas, si ibu sudah membawa anaknya ke puskesmas
untuk imunisasi dan orang pada kasus kedua sudah ikut KB dalam arti
sudah menjadi akseptor KB. Oleh karena itu perilaku mereka ini sudah
tampak dalam bentuk tindakan nyata, maka disebut ”overt behavior”.
4. Domain perilaku kesehatan
a. Menurut Bloom
1) Perilku kognitif (kesadaran, pengetahuan)
2) Afektif (emosi )
3) Psikomotor (gerakan, tindakan)
b. Menurut Ki Hajar Dewantara
1) Cipta (peri akal)
2) Rasa (peri rasa)
3) Karsa (peri tindak)
c. Ahli-ahli lain
1) Knowledge (pengetahuan),
yaitu hasil ”tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
(rasa, lihat, dengar, raba, bau) terhadap suatu obyek tertentu.
2) Attitude
(sikap), yaitu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau obyek. Ahli lain menyatakan
kesiapan/kesediaan seseorang untuk bertindak.
3) Practice
(tindakan/praktik). Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam
suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap menjadi suatu
perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang
memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap
imunisasi tersebut harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada
fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut
mengimunisasikan anaknya. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan
faktor dukungan (support) dari fihak lain, misal suami atau istri, orang tua atau mertua, sangat penting untuk mendukung praktek keluarga berencana.
0 comments:
Post a Comment