SETIAP tahun, capaian
akses air minum dan sanitasi layak di Indonesia telah mengalami
perkembangan positif. Hal ini karena kenaikan rata-rata sebesar 2% tiap
tahun, baik pada akses air minum maupun sanitasi layak.
Menurut Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi Priatna, air minum dan sanitasi erat kaitannya dengan penyebaran water borne disease, seperti diare dan cacingan.
Berdasarkan Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007, diare merupakan penyebab kematian terbesar pada bayi (usia 29 hari-11 bulan) dan balita (usia 12-59 bulan). Diperkirakan sebanyak 31,4 % bayi dan 25,2 % balita meninggal setiap tahun akibat diare.
"Kami sadar bahwa akses terhadap air minum dan sanitasi layak di negeri ini harus terus ditingkatkan," jelas Dedy dalam acara bertema Konferensi Sanitasi Dan Air Minum Nasional 2013 di Restoran Bebek Bengil, Jakarta Pusat, Jumat (18/10/2013).
Kemudian bila merujuk pada target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, menurutnya, mereka harus memastikan bahwa 68,87 persen penduduk sudah mendapatkan akses air minum dan 62,41 persen memiliki akses sanitasi layak.
Untuk merealisasikan target di atas, dia mengatakan bahwa pemerintah menjalankan berbagai program, seperti Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), dan Sanimas (Sanitasi Berbasis Masyrakat).
Selain itu juga ada program Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat), RPAM (Rencana Pengamanan Air Minum), dan NAWASIS (National Water and Sanitation Information Service) untuk merealisasikan target MDGs.
"Seluruh kegiatan ini merupakan wujud nyata program pemerintah dalam meningkatkan akses terhadap air minum dan sanitasi yang layak bagi masyarakat," tutupnya.
0 comments:
Post a Comment